Kamis, 05 Mei 2016

Dad's Lil' Princess

    Teringat, dulu setiap malam sebelum ia tidur, engkau selalu menceritakan dongeng “Si Kancil” yang tak pernah ia bosan mendengarnya. Ia yang selalu menangis didalam selimut jika diledek oleh abang-abangnya dengan sebutan ‘anak wak dollah’ yang dikenal sebagai orang gila Samarinda pada masa itu. Ia pula yang meminta dibelikan tongkat bidadari agar ia bisa menjadi putri. Dan engkaulah Raja baginya, seorang putri, karena engkau yang menjadikannya.
    Seiring waktu berjalan, sang Putri tak lagi merasa sebagai Putri, karena engkau sang Raja tak lagi menemaninya. Untuk sementara waktu putrimu besedih, namun ia segera bangkit.
Putri kecilmu nampaknya kini kuat tanpamu. Ia mampu menjalani hari-harinya dengan mandiri. Ia tak membutuhkan siapapun. Tapi, tahukah engkau? Sesungguhnya, putri kecilmu begitu rapuh, tak mampu menghadapi luka seorang diri. Putri kecilmu begitu dingin, bahkan hampir beku atau malah sudah menjadi batu, begitu keras, egois. Tiada lagi kehangatan dalam dirinya, karena ia tak lagi memilikimu yang membuatnya selalu membara. Ia tak lagi sama.
    Putri kecilmu selalu menutupi rasanya, ia tak mampu menampakkan semua perubahan emosinya. Putri kecilmu bagaikan pendusta, bermuka dua, bertingkah seolah-olah ia tegar, kuat dan tak memiliki masalah. Sungguh, itu semua bukan karena ia ingin. Ia hanya menutupi kesedihannya. Ia tak mau membuatmu kecewa karena memiliki putri yang cengeng dan manja. Ia ingin engkau bangga padanya karena ia mampu menghadapi dunia yang begitu menyeramkan jika tanpamu disini. Dan ia tak mengerti untuk apa dan untuk siapa hidupnya sekarang ini.
    Putri kecilmu yang manja, kini tumbuh menjadi seorang gadis dewasa. Tapi sayang, ia tumbuh tak sesempurna jika denganmu. Dan inilah aku, putri kecilmu. Ia membutuhkanmu. Aku membutuhkanmu.
    Putri kecilmu merindukanmu, Pa. Waktu kita terlalu singkat, 12 tahun. Andai aku tahu kesempatanku ‘tuk bersamamu sesingkat itu, maka akan kumanfaatkan waktu itu sebaik-baiknya. Kadang aku berpikir, mengapa Tuhan tak memberiku waktu lebih lama untuk bersamamu? Mengapa Tuhan tak mengizinkanku membuatmu bahagia terlebih dahulu? Mengapa Tuhan tak adil padaku? Namun aku yakin, itu semua karena Tuhan sayang pada Papa. Tuhan tak ingin melihat Papa menderita lebih lama, ditambah lagi menderita karena putri kecilnya yang selalu merengek manja jika keinginannya belum terkabulkan. Dan aku yakin, Tuhan ingin melihat aku, putri kecil Papa tumbuh menjadi wanita yang kuat meski sayapnya telah dipatahkan.