Selasa, 28 Februari 2017

Irrationality of LOVE.



  Masih ingat sama bungkus permen? Tentu nggak lah ya haha. Aku yakin, kamu nggak akan mungkin ngasih aku permen itu yang sebenarnya hanya bungkusnya yang kudapatkan, jika bukan temanku yang menggodamu. Bungkus itu memang bukan resmi pemberian darimu, hanya saja kekonyolanmu saat menjawab godaan itu membuatku tersipu. Hal kecil, namun dapat berdampak besar pada kehidupan seseorang.

  Hey, mau sampai kapan memendam rasa? Sampai kapan harus bertingkah seolah-olah aku tak pernah mengenalmu dan kamu hanyalah orang asing yang terus berlalu-lalang. By the way, soal bungkus permen, aku masih menyimpan bungkus itu di tas ranselku, begitu pula dengan perasaanku yang terbungkus rapi dalam hatiku. Aku masih menyimpannya sampai waktu yang entah kapan. 

  Terkadang aku berpikir, apakah segila itu aku padamu? Aku bukan seorang maniak, aku seorang yang tak acuh terhadap apapun, tanpa pengecualian termasuk dirimu. Hanya saja, tingkat kebahagiaanku bertambah satu level bila temanku menceritakan sesuatu tentangmu. Bukan karena aku baper, tapi entahlah. 

  Aku tak tahu sejak dan sampai kapankah rasa ini akan bertahan. Tapi, aku yakin kamu tahu tentang keberadaannya. Mungkin tidak detail, kecuali kamu seorang penguntit hati HAHA. Ngomong-ngomong tentang penguntit a.k.a stalker ku pikir aku adalah jagonya, ternyata tidak, mungkin kamu lebih ahli dariku. Mengapa aku berkata seperti itu? Mengapa? Dari pernyataan temanku yang begitu agresif dengan kita, ya kita, yang terus bercerita kepadaku tentangmu dan rasaku. Maafkan temanku yang begitu terobsesi dengan kita, katanya ia gemas dengan kisah kita yang kuanggap telah berakhir sebelum dimulai ini. Seseorang yang lebih agresif dibandingkan dengan kedua pemeran utama dalam kisah ini. Bukankah itu lucu? Kau mengetahuinya, tetapi seolah kau tidak tahu. Atau mungkin hanya aku yang menganggap begitu. Seperti katamu, “itu penasaranmu saja.” Kalimat itu terngiang, dan menari-menari cantik di pikiranku. Syukur aku masih punya pikiran, yang menandakan bahwa aku tidak sepenuhnya gila. Belum. Kamu memenuhi ruang yang tersisa, dan aku ingin meledakkannya dan memuntahkan laharnya dari kepalaku hingga aku dapat berpikir rasional. Cinta penuh dengan irrasionalitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar